Rabu, 22 Juli 2015

COTO MAKASSAR

Coto makassar atau coto mangkasara kadang di sebutkan oleh orang makassar, coto makassar merupakan makanan khas dan tradisional dari makassar, awal kemunculan coto makassar masi menjadi polemik di kalangan masyarakat makassar, namun konon katanya coto mangkasara muncul pada masa somba opu(kerajaan gowa) berjaya pada tahun 1538, coto mangkasara di duga terpengaruh oleh model makanan khas negeri tirai bambu cina, yang terlihat dari bumbu sambalnya yaitu taoco, coto mangkasara berbahan dari jeroan dan daging sapi namun kadang ada juga yang membuat dari jeroan dan daging kuda, orang makassar khususnya mengatakan hambar rasanya memakan coto tanpa ketupat, terkadang mnurut kepercayaan orang makassar coto dapat menigkatkan vitalitas bagi kaum adam

Indahnya PULAU KARAMPUANG

Pulau karampuang itulah namanya merupakan salah satu destinasi wisata andalan kab. Mamuju yang terkenal akan indahnya panorama alam dan keindahan bawah laut, pulau karampuang memiliki luas 62,1 km/segi, tidak memakan waktu lama untuk perjalanan kepulau karampuang cukup menempuh waktu 15-20 menit dari pelabuhan mamuju menuju dermaga karampuang, dan cukup merogoh kocek Rp.15.000 untuk menyewa perahu.

Di pulau tersebut terdapat beberapa keunikan diantaranya sumur 3 rasa, sumur jodoh, dan gua lidah, selain itu kita juga dapat menikmati berbagai keindahan alam dan laut

Selasa, 21 Juli 2015

Batu MANAKARRA KHAS MAMUJU SULAWESI BARAT


sulawesi barat merupakan provinsi yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya adalah batuanyya yang khas yamg kadang disebut batu MANAKARRA namun di asalnya batu jenis ini di namakan batu NGALO di karena kan ngalo merupakan asal batu tersebut yaitu di salah satu desa di tapalng barat tepatnya.

Keunikan dan khas batu ini membuat banyak nya para pencinta batu permata untuk memburu batu ini, sehingga harga batu ini mampu di bandrol hingga jutaan rupiah, jenis dan warna batu Ngalo (manakarra) dominan warna ungu, tetapi ada juga yang berwarna merah, kuning, hijau, putih, dan hitam, namun akhir-akhir ini jenis batu yamg bermotif bola-bola sangat di cari.

Suku anak dalam PADOE luwu timur


Suku Padoe (To Padoe), adalah suku berdiam di daerah kabupaten Luwu Timur provinsi Sulawesi Selatan. Suku Padoe tersebar di Wasuponda dan Sorowako. Mereka banyak terdapat di daerah pegunungan dan lembah di Luwu Timur. Populasi suku Padoe diperkirakan sekitar 18.000 orang.
Suku Padoe mendiami daerah ini diperkirakan sejak abad XIV, yang bermigrasi dari daerah Sulawesi Tengah dan menetap di daerah pegunungan dan lembah di daerah Luwu Timur Sulawesi Selatan. Saat ini orang Padoe lebih banyak bermukim di Wasuponda. Dalam bahasa setempat istilah "Padoe" berarti "orang jauh". Di Luwu Timur mereka menjadi salah satu bagian dari 12 anak suku di bawah pemerintahan Kedatuan Luwu (Kerajaan Luwu).
Dari cerita rakyat bahwa suku Padoe ini berasal dari suku bangsa Lili To Padoe Bangkano Kalende, yang terbagi menjadi 4 suku, yaitu, Padoe, Lasaelawali, Kinadu dan Konde. Padoe sekarang bertempat tinggal di daerah Matompi, Wawondula, Lioka, Tabarano, Tawaki, Tetenona dan Kawata.
Beberapa cerita rakyat tentang banyaknya para Pongkiari (ahli perang) dari suku Padoe di masa lalu, membuat Datu Luwu memberikan penghormatan tersendiri kepada para Pongkiari dan seluruh suku Padoe. Karenanya, apabila pemimpin Kedatuan Luwu menggelar sebuah hajatan, selalu mempersiapkan tempat khusus untuk orang-orang Padoe dan suku Padoe tidak diminta memberikan upeti kepada Datu Luwu. Cerita rakyat tentang kehebatan Pongkiari ini, konon danau Matano, danau Mahalona dan danau Towuti terbentuk karena pertempuran para Pongkiari. Begitu dahsyatnya pertempuran itu, membuat terciptanya kubangan yang sangat luas dan dalam sehingga membentuk sebuah danau. Namun seiring perkembangan zaman, eksistensi Pongkiari berangsur-angsur hilangPada era pemberontakan DI/TII Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan, banyak orang Padoe kembali ke tanah nenek moyang mereka ke Sulawesi Tengah seperti ke Beteleme, Poso, Taliwan, Parigi, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan suku Padoe banyak tersebar dan berdiam di wilayah Sulawesi Tengah hingga kini.
Dahulu orang Padoe menganut agama kepercayaan Melahomua, sebuah aliran kepercayaan yang meyakini kekuatan alam, pohon yang dianggap keramat,gunungbukit, hingga hal-hal kecil lainnya. Orang Padoe akan memberikan persembahan kepada benda yang dianggap bisa membawa berkah
Pada tahun 1920-an para misionaris Kristen memasuki wilayah suku Padoe dan memperkenalkan agama Kristen kepada masyarakat suku Padoe. Pada awalnya sangat sedikit yang mengikuti ajaran Kristen. Tapi perlahan-lahan akhirnya mereka semua menerima agama Kristen, dan saat ini mereka menjadi penganut agama Kristen yang taat.
Pada tahun 1965 banyak orang Padoe yang kembali ke kampung halamannya di Sulawesi Tengah, akibat adanya pergerakan Darul Islam Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang dipimpin Kahar Muzakkar sejak 1950 hingga 1965 adalah masa suram yang membuat mereka terpencar-pencar ke berbagai daerah.
Tahun 1968 ketika perusahan tambang nickel PT Inco membuka eksplorasinya, secara perlahan para penduduk yang tersebar mulai kembali mendatangi kembali daerahnya.
.

Sandeq adalah jenis perahu layar bercadik yang telah lama digunakan melaut oleh nelayan Mandar atau sebagai alat transportasi antar pulau. Ukuran Sandeq bervariasi, dengan lebar lambung berkisar antara 0,8 - 2 meter dan panjang 6 - 12 meter, dengan daya angkut mulai dari beberapa ratus kilogram hingga 2 ton lebih, bentuknya yang ramping menjadikannya lebih lincah dan lebih cepat dibandingkan dengan perahu layar lainnya. Nama Sandeq berasal dari bahasa Mandar yang berarti runcing. Perahu ini sangat masyhur sebagai warisan kebudayaan bahari Masyarakat Mandar, Provinsi Sulawesi Barat,Indonesia. Sebelum penggunaan motor (mesin), Sandeq menjadi salah satu alat transportasi antar pulau paling dominan sebab selain licah dan cepat, sandeq juga dapat berlayar melawan arah angin, yaitu dengan teknik berlayar zigzag (dalam bahasa Mandar disebut sebagai "Makkarakkayi"). Setiap tahun diadakan lomba perahu Sandeq di Sulawesi Barat. Sebenarnya nelayan Mandar membuat banyak jenis perahu baik ukuran kecil maupun besar, namun Sandeq satu satunya perahu yang sepenuhnya menggunakan tenaga angin dan masih digunakan di Sulawesi Barat saat ini.